Distilasi Alkena (Wiranagara)
Pernah bahagia kita merekah indah tanpa sedikitpun
gelisah, saat lantunan rindu adalah alasan setiap pertemuan, saat mencintaimu
bukan hanya sekedar lamunan. Semurung mendung sederas hujan, mimpiku memuai
hebat pada ketiadaan. Aku tak pernah menyesal
akan keputusanmu memilihnya, yang aku sesalkan adalah tiada sedetikpun
kesempatan bagiku membuatmu bahagia..
Kesalahanku, menjadikanmu alasan segala rindu..
Waktu pun mengurai tetes hujan menjadi bulir-bulir
kenangan. Ia menelusup tanpa permisi membasahi nurani. Merangkak naik menyusun
kata yang dibicarakan oleh pelupuk, memaksa mata bekerja mengeluarkan kalimat
penuh derita. Degub jantungmenyatu detik, menyuarakan penyesalan yang runtuh
menitik.
Bukan perih yang aku ratapi, tapi pengertian tak pernah
kau beri. Sadarlah! Aku telah mencintaimu dengan terengah-engah, mencibir
oksigen dengan menjadikanmu satu-satunya udara yang aku izinkan mengisi setiap
rongga, menghempas darah dengan namamu yang mengalir membuat jantungku tetap
berirama. Padamu aku jatuh hati, bahkan sebelum Tuhan merencanakan Adam dan
Hawa diturunkan ke bumi.
Kesalahanku, tak pernah mencintai selain kamu..
Tingkat sepi paling mengerikan, adalah sepi dalam
keramaian. Mengulik rasa secara primitif dan tak mengenali dunia telah jauh
mengalami perubahan.Bagaimana mungkin aku menjauh jika hanya padamu keakuanku
luluh?Bagaimana mungkin aku pergi jika bayanganmu masih saja menghiasi
mimpi?Bagaimana mungkin aku berpindah bila hanya padamu hatiku bisa singgah?
Bagaimana mungkin?
Bagaimana..
Mungkin..
Kau memilih orang lain?
Detik yang berbaris hanya membuat pengharapan semakin
miris. Kau tak bergeming, kau tak pernah menjawab dengan alasan caraku
mendambamu terlampau bising. Otakku terus meneriakkan penyesalan sembari
bertanya tentang kenapa, pada sikapmu yang terlalu membuat semesta
menerka-nerka. Tangkupan tanganku masih saja menggenggam harap untukmu, namun
keegoisanmu membuatnya kosong laksana harapan semu.
Kesalahanku, isi doaku tak pernah selain namamu..
Cinta tak selamanya tentang kepemilikan, tapi cinta
adalah tentang keikhlasan. Segala rela aku coba tumpahkan, pada rajutan tinta
yang menulis namaku dalam undangan pernikahan. Paling tidak aku pernah
merasakan perihnya ditolak tanpa penjelasan. Paling tidak aku pernah menyadari
sakitnya mendamba tanpa balas peduli. Paling tidak, aku akhirnya bisa melihat
sosok terbaik yang akan mendampingimu, memakaikan cincin di jemarimu, mencium
keningmu, dan bersanding bahagia berbagi senyuman denganmu.
Terimakasih atas segala rasa, pada hari itu aku pun turut
mengucap bahagia.
Mencoba ikhlas
Walau air mata pasti mengucur deras
Kesalahanku; Adalah tak pernah merasa, bahwa untukku kau
tak pernah punya cinta..
Komentar
Posting Komentar